Jumat, 25 Januari 2013

Perdagangan Satwa Dilindungi


Dua personel Polresta Pekanbaru berhasil mengamankan kulit harimau Sumatera dalam sebuah penggerebekan di Pekanbaru, Riau, Rabu (19/12). Polisi menyita belasan kulit satwa yang dilindungi seperti kulit harimau Sumatera, beruang madu serta tanduk rusa dari seorang yang diduga penadah di Pekanbaru.(ANTARA/FB Anggoro)

 Sumber :http://www.antaranews.com/foto/38484/perdagangan-satwa-dilindungi

Harimau Sumatera Di Aceh Terancam Punah

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Populasi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Provinsi Aceh dilaporkan terancam punah akibat penyusutan ekosistem hutan di daerah itu dalam beberapa tahun terakhir.
Ancaman kepunahan itu dikemukakan Ketua Forum Harimaukita Hariyo T. Wibisono pada lokakarya dan pelatihan penilaian status konservasi harimau Sumatra di Paviliun Seulawah di Banda Aceh, Selasa (9/6).
Merujuk pada data yang dikeluarkan pada 1994, kata Hariyo, populasi raja hutan di pulau Sumatra itu kini hanya 500 ekor, sementara di Aceh hanya terdapat 110-140 ekor dan itu data lama sekitar 20 tahun lalu.
Dia mengatakan, ada indikasi populasi Harimau Sumatra makin menurun akibat tingginya intensitas penyusutan ekosistem tempat harimau hidup. Penyusutan itu juga diakibatkan masih maraknya konversi lahan hutan.
"Tempat tinggal mereka di hutan mulai diusik, dengan membuat lahan baru sehingga ekosistem dan habitat mereka semakin lama, semakin menyusut," katanya.
Konflik manusia-satwa (harimau) juga merupakan indikator berkurangnya habitat mereka. Kemungkinan habitat harimau semakin terancam karena ada konflik antara harimau dengan manusia, katanya.
Meskipun diakui tingkat perburuan hewan liar di Aceh dapat ditekan, namun tidak bisa dipungkiri kegiatan ilegal itu masih marak terjadi di provinsi yang sering dilanda bencana banjir tersebut.
Hutan Aceh merupakan hutan terluas di Sumatra, khususnya Ulu Maseen dan kawasan Leuser sebagai daerah konservasi harimau, yang diharapkan bisa menjadi kawasan yang dapat melindungi habitat harimau Sumatra di Aceh.
Serius monitoring
Ia mengatakan, pemerintah diharapkan serius untuk menjalankan program konservasi sehingga habitat harimau tetap terjaga yang ditindaklanjuti dengan monitoring sesuai tugas dan dilakukan secara kontinyu.
Namun bagian terpenting, menurut Hariyo adalah bagaimana semua elemen dapat meningkatkan partisipasi dalam peningkatan kesadaran menjaga ekosistem hutan yang merupakan bagian dari upaya pelestarian Harimau Sumatra.
"Ini sebagai bagian dari upaya penguatan kapasitas monitoring, koordinasi dan komunikasi dalam menyukseskan program konservasi Harimau Sumatra," katanya.
Menajer Teknik FFI Aceh Matthew Linkie mengatakan Forum Harimaukita dan lembaga lain yang peduli dengan Harimau Sumatra, baru merampungkan survei pemetaan jumlah populasi Harimau Sumatra di pulau Sumatra.
Data yang diperoleh itu akan dijadikan rujukan bagi pengembangan program konservasi Harimau Sumatra.
sumber: http://regional.kompas.com

Geger harimau masuk kampung di Jambi

Jambi (ANTARA News) - Warga Desa Catur Rahayu, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, dibuat geger setelah diketahui ada satu harimau sumatera masuk perkampungan.

"Jelas kami khawatir karena kabarnya harimau ini sudah memangsa dua ekor kambing milik warga," ujar Puji, salah seorang warga Desa Catur Rahayu di Muarasabak, ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Selasa.

Menurut Puji, harimau masuk ke perkampungan pada Rabu dini hari lalu (12/12), tepatnya di daerah transmigrasi SK 4 dan SK 5, Kecamatan Dendang.

Suratman (35) salah seorang warga lainnya mengatakan, akibat kabar tersebut, sejumlah warga berinisiatif memperketat ronda malam dengan dilengkapi senjata tajam untuk mengantisipasi masuknya si "Raja Hutan" ke perkampungan.

"Bahkan beberapa warga sudah mengungsikan ternaknya agar tidak berkeliaran. Takut dimangsa harimau," katanya.

Menurut dia, beberapa kali warga memergoki seekor harimau tengah berada di tengah tengah perkampungan. Bahkan, beberapa warga pernah akan menombak seekor harimau saat terpergok tengah malam. Hanya saja, harimau itu melarikan diri.

Lebih lanjut ia mengatakan, sejumlah warga juga berinisiatif melaporkan kejadian itu ke Dinas Kehutanan Tanjabtim dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi.

 http://www.antaranews.com/berita/349158/geger-harimau-masuk-kampung-di-jambi

Tersangka penadah dan penyelundup harimau tertangkap

Pekanbaru (11/03)-- Seorang tersangka penadah dan penyelundup harimau tertangkap tangan di Sumatera Barat oleh tim dari BBKSDA Riau dan BKSDA Sumatera Barat setelah dilakukan penyelidikan selama tiga hari dengan dukungan dari Tiger Protection Unit (TPU) WWF-Indonesia. Dari penangkapan ini disita selembar kulit harimau jantan dewasa dengan panjang 170 cm yang dipercaya hasil buruan dengan diracun dari atau dekat Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Kabupaten Kampar di Provinsi Riau. Pada tanggal 28 Februari 2011, TPU menerima laporan bahwa seekor harimau telah diracun di dekat Cagar Alam Rimbang Baling. TPU bersama BKSDA Riau kemudian melakukan pengintaian di kawasan tersebut selama dua hari.
“Tujuan kami tidak hanya mendukung pemerintah untuk menangkap pemburu lokal, tetapi kami juga ingin membantu melacak perdagangan harimau ke pelaku yang lebih tinggi dalam jaringan perdagangan ilegal ini,” ujar Chairul Saleh, Koordinator Konservasi WWF-Indonesia. “Kami ingin membantu pemerintah memutuskan mata rantai penyelundupan harimau yang turut membinasakan populasi harimau Sumatera ini oleh karena itu jaringan yang lebih tinggi harus dicari”.
Kurir yang diduga membawa selembar kulit harimau dan tulang-tulang harimau ini dibuntuti oleh tim BBKSDA dari Riau menuju perbatasan Sumatera Barat. Di Balung- Pangkalan (perbatasan Riau-Sumatera Barat) tersangka penadah harimau berinisial FN menjemput kulit harimau tersebut. BKSDA Sumatera Barat dikontak untuk membantu operasi ini. Tersangka penadah ini kemudian dibekuk di rumahnya di Payakumbuh setelah tim mengikutinya dari Balung. Awalnya, tersangka menyangkal menyimpan kulit harimau namun salah satu anggota Tiger Protection Unit (unit anti perburuan dan perdagangan harimau kerjasama WWF-BBKSDA Riau) mendeteksi bau bahan kimia yang sering digunakan untuk mengawetkan kulit harimau dan berhasil menemukan lokasi penyimpanan kulit. Namun tulang harimau, yang biasanya bernilai tinggi di pasar gelap biasanya digunakan untuk pengobatan tradisional, tidak ditemukan.
Saat ini tersangka ditahan di Kantor Kepolisian Resor Payakumbuh , Sumatera Barat. Sebuah mobil minivan yang digunakan tersangka disita sebagai barang bukti. Sementara itu, beberapa satwa lain juga ditemukan di rumahtersangka termasuk seekor ular phyton hidup dan bagian-bagian tubuh serrow (kambing gunung) dan muncak.
Kurnia Rauf , Kepala BBKSDA Riau mengatakan,”Kami memperkirakan tersangka ini memiliki jaringan luas di dunia perdagangan satwa liar di Sumatera oleh karena itu kami berharap penegakan hukum terhadap kasus ini dapat berjalan cepat”.
Kurnia juga menambahkan,”Kami siap membantu memberikan data pendukung untuk penegakan hukum kasus ini dan berharap pelaku mendapatkan sangsi hukum maksimal untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan perdangan satwa liar lainnya”.
“Tim BKSDA di Riau dan Sumatera Barat patut mendapatkan apresiasi atas keberhasilannya menjalankan operasi yang berhasil menangkap tersangka tanpa melibatkan kekerasan pada tanggal 3 Maret lalu,” ujar Suhandri Program Manager WWF-Indonesia Program Riau. “WWF sangat mendesak penegak hukum di Sumatera Barat untuk menyikapi kasus ini secara serius dan menjatuhkan hukuman yang maksimal kepada pelaku. Harimau Sumatera sangat terancam punah dan perburuan merupakan salah satu ancaman tertinggi bagi satwa tersebut.”
Pemerintah Indonesia, bersama dengan 12 negara yang masih mempunyai harimau di alam, berkomitmen di St. Petersburg Russia bulan November 2010 lalu untuk meningkatkan jumlah harimau Sumatera dua kali lipat dalam 12 tahun mendatang. Menurut Kurnia Rauf, sebagai tindak lanjut dari komitmen bersama tersebut, Dirjen PHKA-Kementerian Kehutanan berkomitmen mengurangi ancaman terhadap populasi harimau Sumatera melalui penegakan hukum untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau Sumatera. Selain itu Kementerian Kehutanan juga melakukan pembinaan populasi di habitat alaminya bekerjasama dengan mitra dalam rangka meningkatkan populasi harimau Sumatera 3% per tahun untuk mendukung Rencana Strategis Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017.

Kamis, 17 Januari 2013

Demi Harimau Sumatera, Bangun Pusat Rehabilitasi Satwa

PADANG - Kelangsungan hidup Harimau Sumatera akhir-akhir ini dinilai semakin terancam seiring berkurangnya habitat bagi hewan karnivora itu. Padahal Harimau Sumatera adalah satu dari delapan sub-spesies harimau yang ada di dunia.

Kondisi itu pula yang membuat pengusaha Hashim Djojohadikusumo merasa perlu ikut serta dalam gerakan Selamatkan Harimau Sumatera. Hashim melalui salah satu perusahannya, PT Tidar Kerinci Agung (TKA), berkontribusi dalam pembangunan pusat rehabilitasi satwa di Sumatera Barat.

Menurut Hashim, kelangsungan hidup Harimau Sumatera sudah menjadi tanggung jawab semua pihak. "Indonesia harus segera melakukan tindakan dalam sebuah kesadaran kerjasama, sebagai tanggungjawab anak bangsa," kata Hashim pada acara penandatanganan perjanjian kerjasama pembentukan Pusat Rehabilitasi Satwa di Padang, Kamis (20/12).

Perjanjian kerjasama itu diteken langsung oleh Hashim selaku Dirut PT TKA dan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Sahdin Zunaidi.  PT TKA milik Hashim sudah beroperasi di Sumbar sejak 1986 setelah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 28 ribu hektar.

Menurut Hashim, tingginya konflik antara warga dengan kehidupan satwa liar juga turut membuat hewan-hewan khas Sumatera semakin langka. Karenanya Hashim menganggap pembangunan konservasi satwa di Sumbar itu sebagai hal mendesak.

Ditegaskannya, upaya serius perlu dilakukan untuk menyelamatkan dan melindungi satwa liar, terutama harimau Sumatera dan satwa spesies asli Sumatera lainnya. "Kami menyiapkan areal seluas 2.400 Ha. Ini akan kami gunakan  khusus untuk kegiatan Pusat Rehabilitasi Satwa," sebut putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu.

Area seluas 2.400 hektar untuk konservasi itu merupakan bagian dari 28 ribu hektar lahan yang kini dikelola PT TKA. Karenanya. nantinya pusat rehabilitasi satwa itu akan dinamai Areal Konservasi Prof. DR. Soemitro Djojohadikusumo.

Untuk diketahui, ada delapan subspesies harimau di dunia. Tiga di antaranya ada di Indonesia yakni Harimau Bali, Harimau Jawa dan Harimau Sumatera. Harimau Bali sudah punah sejak 1940-an, sedangkan Harimau Jawa sudah dianggap punah pada 1980-an. Karenanya kini Indonesia tinggal punya Harimau Sumatera. (jpnn)

EoF: Operasi APP di Riau Ancam Keberadaan Harimau Sumatera

TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Perusahaan Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas Group memotret dirinya sendiri sebagai penyelamat harimau Sumatera yang sangat terancam.
Investigasi oleh koalisi LSM Eyes on the Forest menunjukkan bahwa operasi penebangan hutan oleh APP dan para pemasoknya tampak menjadi salah satu ancaman utama bagi keberadaan harimau di Riau.
Demikian klaim koalisi EoF seperti disampaikan melalui rilis pers kepada tribunpekanbaru.com, akhir pekan lalu.
Selanjutnya, dalam rilis tersebut, EoF mengutarakan, konflik paling kejam antara manusia dan harimau di Provinsi Riau antara 1997 dan 2009 terjadi dekat lokasi deforestasi yang dilakukan oleh para pemasok kayu Sinar Mas Group/ Asia Pulp & Paper (SMG/APP).
Setidaknya 147 dari 245 atau 60 persen dari semua konflik, mengakibatkan tewasnya 27 orang (49 persen), 8 harimau tewas (53 persen) dan 14 harimau ditangkapi dan direlokasi (82 persen) terjadi di kawasan bernama Senepis, dimana lima perusahaan pemasok kayu SMG/APP menebangi hutan alam sejak 1999.
Pola itu berlanjut sejak saat itu. Serangkaian kematian dan cidera manusia dan harimau di lansekap hutan Senepis, Kerumutan dan Tesso Nilo di Riau sejak 2009 tampak berkaitan dengan operasi penebangan habitat harimau oleh SMG/APP. Sembilan orang dan 3 ekor harimau tewas, 7 orang terluka dan seekor harimau dikeluarkan dari hutan belantara.
Konflik manusia-harimau terburuk bisa dikatakan terjadi di unit pengelolaan hutan (FMU) Pulau Muda di Kerumutan, dimana pemasok “milik” SMG/APP sendiri terus menebangi hutan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) dengan pelanggaran terhadap apa yang dinyatakan perusahaan itu sendiri merupakan komitmen terikat secara hukum dalam mencapai “kelestarian penuh” hingga 2007 di bawah perjanjian restrukturisasi utang kepada Lembaga Kredit Lingkungan (ECA) yang didukung pembayar pajak di sembilan negara. Kawasan itu diidentifikasi sebagai “Lansekap Konservasi Harimau” prioritas regional oleh para pakar harimau dunia.
Pemasok “milik” SMG/APP sendiri terus menebangi hutan di kawasan yang justru seusai konflik di Pulau Muda menewaskan nyawa tiga orang dan luas dilaporkan media.
Selain menghancurkan habitat harimau, SMG/APP juga mengeluarkan seekor harimau, nanti dinamakan Bima, sebagai tindakan mengatasi konflik Pulau Muda, dari lokasi yang belum jelas, secara diam-diam, tanpa keterlibatan pakar-pakar independen, dan tanpa bukti kentara apakah ini harimau yang berkonflik sebenarnya.
Terlepas dari rekomendasi pemerintah bahwa seekor harimau harus direlokasikan kepada habitatnya di dalam waktu beberapa hari setelah penangkapan dan pernyataan pers SMG/APP bahwa mereka akan mengeluarkan harimau kembali ke hutan belantara di awal 2012, Bima dipindahkan ke pulau Jawa dan masyarakat tidak pernah mengetahui apakah harimau itu akan dilepaskan ke dalam hutan belantara seperti dijanjikannya.
APP membanggakan diri mampu memecahkan konflik manusia dengan satwa liar dengan memindahkan spesies liar yang sangat terancam punah yang justru menyebabkan masalah. Tapi masalah tersebut muncul sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan sendiri: penebangan hutan habitat harimau yang sangat- terancam-punah berskala besar. SMG/APP memotret dirinya sendiri sebagai perusahaan "konservasi harimau", yang merupakan salah satu contoh greenwashing yang paling menggelikan oleh SMG/APP hingga saat ini.
EoF mengimbau SMG/APP agar segera mengeluarkan moratorium atas penggunaan serat hutan alam oleh semua pabrik pulp untuk menyelamatkan habitat harimau Sumatera, melaksanakan "praktek pengelolaan terbaik" untuk konservasi harimau, dan mengungkapkan informasi tentang nasib Bima dan melibatkan para ahli independen untuk membantu memutuskan masa depannya.
EoF menghimbau kepada Pemerintah Indonesia untuk menghentikan penerbitan izin baru dan pelaksanaan izin yang sudah ada yang akan menyebabkan penebangan hutan alam di Sumatera.
EoF menghimbau kreditor APP untuk minta APP bertanggung jawab atas pelanggaran perjanjian dan kepada pelanggan, investor dan mitra bisnis APP/SMG lainnya untuk tidak membeli produk-produk mereka maupun mendanai kegiatan pengambilan kayu mereka dan ekspansi serta pembangunan pabrik pulp dan kertas. (*)

120 Jerat Harimau Sumatera Ditemukan Sepanjang 2012


JAKARTA, KOMPAS.com - Sedikitnya 120 jerat harimau ditemukan dan disita petugas dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Jambi. Jumlah itu baru yang diketahui dari satu taman nasional itu saja, belum lagi di berbagai lokasi di Sumatera.

Kepala Seksi Wilayah II Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Dian Rusdianto, mengatakan, pemasangan jerat menjadi ancaman serius tidak hanya bagi populasi harimau Sumatera, namun juga berbagai binatang dilindungi di kawasan TNKS.

"Selain mengamankan jerat harimau melalui operasi rutin. Kami juga berhasil menolong dua ekor harimau dan satu ekor beruang akibat konflik," ujar Rusdianto, ketika dihubungi di Bangko, ibukota Kabupaten Merangin, Selasa (20/11/2012).

Menurut dia, ratusan jerat tersebut dipasang para pencoleng di kawasan TNKS. Hasil dari jerat-jerat itu lalu diperjualbelikan melalui pasar gelap.

"Selama periode 2012 kami juga memproses hukum tiga tersangka pemburu harimau yakni dua orang kepala desa di Merangin dan satu orang warga," jelas dia.

Populasi harimau Sumatera di kawasan TNKS merupakan yang terbanyak dibanding kawasan lain di Indonesia yakni mencapai 165 harimau sumatera berdasarkan data 2011. Oleh karena itu, TNKS ditetapkan sebagai kawasan paling penting pada pelestarian harimau sumatera di Indonesia.

Ancaman bukan hanya dari perburuan maupun pemasangan jerat, keberadaan TNKS seluas kurang lebih 1,4 juta Hektare juga terancam alih fungsi lahan, baik perambahan maupun kegiatan korporasi. Banyak perusahaan besar kelapa sawit menganeksasi lahan-lahan itu untuk kepentingan bisnis mereka.

"Ada beberapa kasus konflik harimau maupun beruang dengan manusia bisa jadi akibat ekosistem yang rusak ini," katanya.

Untuk menjaga agar ekosistem harimau sumatera tetap terjaga, balai TNKS dan PHS melakukan beberapa program khusus. Pada program tersebut tidak hanya menyangkut pelestarian harimau sumatera, namun juga upaya menjaga keberadaan mangsa harimau sumatera tetap terjaga.

"Sebenarnya yang penting dijaga adalah mangsa itu sendiri, karena harimau bisa berkembang biak pada kondisi apapun asal mangsa tetap ada dan terjaga. Hal ini berbeda dengan kondisi badak sumatera di TNKS yang dinyatakan tidak ada sejak 2004. Badak sumatera betul-betul membutuhkan ekosistem alami untuk berkembang biak," katanya.
Sumber :
ANT
Editor :
yunan